Berkah Ditolak Fakultas Hukum UII

Setelah lulus dari UIN Yogyakarta, target saya selanjutnya adalah melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. Kampus impian yang ingin saya masuki adalah Universitas Gadjah Mada (UGM).

Namun saat itu, saya baru diwisuda pada bulan Agustus 2017, sementara pendaftaran UGM ditutup pada bulan Juli. Sehingga tentu saja tidak bisa ikut daftar di UGM, karena ternyata UGM tidak menerima Surat Keterangan Lulus (SKL), wajib ijazah asli. UGM baru membuka pendaftaran lagi pada bulan November 2017 untuk periode kuliah semester genap, awal kuliah bulan Februari.

Untuk mengisi kekosongan kegiatan, saya iseng-iseng daftar S2 di UII. Kalau tidak salah, biaya pendaftarannya sebesar Rp.750.000. Mengapa saya iseng-iseng daftar? Biar tidak dianggap nganggur saja, karena semisal ditanya teman, “kegiatannya apa bro?”, bisa dijawab, “lagi daftar S2″… haha

Mulailah saya mengikuti prosedur untuk daftar S2 di UII, mulai ngisi formulir, meminta rekomendasi ke dosen, dan ikut tes. Bahkan tidak tanggung-tanggung, saya minta rekomendasi dari Dekan FSH UIN Sunan Kalijaga, Pak Agus Moh. Najib. Kata bu Lindra Darnela (Kaprodi saya di Ilmu Hukum), mintalah rekomendasi kepada dekan atau bahkan rektor agar memperkuat peluang.

Tibalah saya mengikuti tes di UII. Ada dua hari tes, tes hari pertama merupakan ujian bahasa Inggris dan TPA, sementara tes hari selanjutnya adalah tes wawancara. Setelah mengikuti tes, saya menunggu selama seminggu untuk melihat hasil tes keluar.

Seminggu kemudian, ketika saya cek di portal UII, saya kaget bukan main. Gimana nggak kaget, ternyata saya nggak lolos masuk FH UII. Waduh, ini ada apa?

Awalnya saya pikir bakal lolos, karena namanya kampus swasta itu kan butuh pemasukan, sehingga mungkin seluruh peserta akan diterima semua. Begitu pikiran saya. Ternyata pikiran ini menyesatkan. UII tetap tidak meluluskan saya. Dari 50 orang yang daftar, UII hanya menerima sekitar 40 orang saja, 10 orang lainnya dieliminasi, termasuk didalamnya saya.

Awalnya saya syok… Gimana nggak syok, untuk masuk UII saja saya gagal, gimana masuk UGM?

Akhirnya saya cari-cari alasan kenapa UII tidak menerima saya. Dari mulai tes TPA saya timbang-timbang, saya berpikir saya pasti lulus di tes ini.

Yang bikin janggal itu cuma 2 tes, yaitu tes bahasa Inggris dan wawancara. Tes bahasa Inggris saya ragu lolos karena saya datang terlambat dan mengisi soal dengan ngos-ngosan. Sementara tes wawancara saya juga ragu lolos karena saya belum membuat proposal tesis.

Hingga suatu hari saya ketemu teman saya sesama UIN Yogyakarta, namanya Rosi asal Madura. Dia cerita bahwa dia lolos S2 di FH UII. Dia cerita panjang lebar, hingga akhirnya dia bilang, “sebenarnya saya tidak lolos tes Inggris dik, tapi ya tetep keterima juga…” Memang begitulah di UII, jika tidak keterima kita tidak tau nilai yang kita peroleh, tapi setelah lolos masuk, UII pasti ngasih hasil nilai tes seleksi kita.

Dari penuturannya saya mulai mikir, “berarti tes bahasa Inggris itu nggak ngaruh sama sekali. Salah saya hingga nggak keterima itu karena saya tidak buat proposal tesis”. Asumsi saya ini diperkuat dengan penuturan teman saya lainnya, namanya Fahmi yang keterima di Kenotariatan UII. Dia bilang, nilai bahasa Inggrisnya juga dibawah passing grade, tapi tetep keterima.

Gara-gara alasan tidak keterima di UII inilah, ketika saya mendaftar di UGM, saya kerjakan betul proposal tesis agar tidak terulang kesalahan yang sama.

Saya memang tidak keterima S2 di FH UII, namun saya sangat bersyukur, karena dengan tidak lolosnya saya di UII, saya tau strategi masuk di UGM. Bayangkan jika saya keterima di UII hanya untuk main-main belaka, maka saya akan meremehkan tes di UGM dan ujung-ujungnya mungkin tidak lulus.

Terima kasih UII, saya berhutang budi padamu!

Oleh : idikms

Tag: , , , , , , ,